Yogyakarta, 3 Desember 2012
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh...
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Dari survei demografi dan kesehatan
indonesia (sdki) dan data biro pusat statistik (bps), angka kematian ibu dalam
kehamilan dan persalinan di seluruh dunia mencapai 515 ribu jiwa pertahun. Ini
berarti seorang ibu meninggal hampir setiap menit karena komplikasi kehamilan
dan persalinannya (dr. Nugraha, 2007).
Kematian dan kesakitan ibu
sebenarnya dapat dikurangi atau dicegah dengan berbagai usaha perbaikan dalam
bidang pelayanan kesehatan obstetri. Pelayanan kesehatan tersebut dinyatakan
sebagai bagian integeral dari pelayanan dasar yang akan terjangkau seluruh
masyarakat. Kegagalan dalam penangan kasus kedaruratan obstetri pada umumnya
disebabkan oleh kegagalan dalam mengenal resiko kehamilan, keterlambatan
rujukan, kurangnya sarana yang memadai untuk perawatan ibu hamil dengan resiko
tinggi maupun pengetahuan tenaga medis, paramedis, dan penderita dalam mengenal
kehamilan resiko tinggi (krt) secara dini, masalah dalam pelayanan obstetri,
maupun kondisi ekonomi (Syamsul, 2003).
Ada lima aspek dasar atau lima
benang merah, yang paling penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan
yang bersih dan aman. Berbagai aspek tersebut melekat pada setiap persalinan
baik normal maupun patologis. Lima benang merah tersebut adalah membuat
keputusan klinik, asuhan sayang ibu dan sayang bayi, pencegahan infeksi,
pencetakan (rekam medik) asuhan persalinan dan rujukan (asuhan persalinan
normal, 2002).
Kasus-kasus yang harus dirujuk bidan
adalah riwayat bedah sesar, perdarahan pervaginam, persalinan kurang bulan
(usia kehamilan kurang dari 37 minggu), ketuban pecah disertai dengan mekonium
yang kental, ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam), ketuban pecah pada
persalinan kurang bulan (kehamilan kurang dari 37 minggu), ikterus, anemia
berat, tanda gejala infeksi, pre-eklampsia /hipertensi dalam kehamilan, tinggi
fundus 40 cm /lebih, gawat janin, primipara dalam fase aktif kala I persalinan
dan kepala janin masih 5/5, persentasi bukan belakang kepala, persentasi ganda
(majemuk), kehamilan ganda atau gemelli, tali pusat menumbung dan syok (asuhan
persalinan normal, 2007).membuat keputusan klinik dihasilkan melalui
serangkaian proses dan menggunakan informasi dari hasil dan dipadukan dengan
kajian teoritis dan interpensi berdasarkan bukti pengalaman yang dikembangkan
melalui berbagai tahapan dan terfokus pada pasien (varney,1997).
Beberapa ahli dapat menyatakan
kehamilan lewat bulan bila lebih dari 41 minggu karena angka mordibitas dan
mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun kurang lebih 18%
kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi 42 minggu
bergantung pada populasi dan kriteria yang digunakan.
Seringnya kesalahan dalam
mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari
kesalahan dalam menentukan usia kehamilan. Jika tapi telah ditentukan pada
trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan. D ata
yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring
peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
2. TUJUAN PENULISAN
Penyusunan makalah ini bertujuan antara lain :
1.
Sebagai bahan acuan mahasiswa untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai asuhan keperawatan bayi dan ibu dengan persalinan
postmatur
2. Untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa V.
3. Untuk menambah
bahan bacaan
3. MANFAAT
Manfaat penulisan makalah asuhan keperawatan
bayi dan ibu dengan persalinan postmatur adalah menambah pengetahuan dan dasar pembelajaran dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan bayi dan ibu dengan persalinan postmatur.
4.
SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk
mendapatkan gambaran yang jelas penulis akan menguraikan secara singkat dalam
bentuk bab dan sub bab penulisan Asuhan Keperawatan, maka Penulis akan menyusun
menjadi 3 bab dan 1 daftar pustaka, yaitu:
1. BAB
I adalah pendahuluan, terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, manfaat
bagi pembaca, sistematika penulisan.
2. BAB
II adalah Tinjauan Teori, terdiri atas pengertian, etiologi atau predisposisi,
patofisiologi, manifestasi klinik,
komplikasi, penatalaksanaan, diagnose keperawatan yang mungkin muncul dan
intervensi yang akan dilakukan.
3. BAB
III adalah penutup terdiri atas kesimpulan dan saran
4. DAFTAR
PUSTAKA.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
1. PENGERTIAN
Definisi Kehamilan Lewat waktu (PosT
Term) adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu
Lengkap. ( ILmu kebidanan: hal 317).
Postmatur menunjukan atau
menggambarkan keadaan janin yang lahir telah melampaui batas waktu persalinannya,
sehingga dapat menyebabkan beberapa komplikasi. (Buku Pengantar Kuliah Obsetri:
hal 450). Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum, harus dibedakan
dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi neonatal yang
didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.
Keakuratan dalam memperkirakan usia
kehamilan meningkat pesat sejak adanya USG yang makin banyak digunakan. Kisaran
optimum variasi lama gestasi pada manusia belum diketahui hingga kini, dan
penetapan dua minggu melewati taksiran persalinan (TP) masih berubah-ubah.
Meskipun insidensi kehamilan lewat bulan relatif rendah, beberapa studi
menunjukkan bahwa sebagian besar induksi yang dijadwalkan dengan indikasi
kehamilan lewat bulan faktanya kurang dari 42 minggu berdasarkan hitungan
dengan USG. Akibatnya induksi yang menjadi bersifat relative.
2. ETIOLOGI
Penyebab lahir matinya tidak mudah
dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat
guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007). Apabila diambil batas
waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43
minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% (Ochtar,Rustam,1998).
Etiologi pada kelahiran lewat bulan
ini masih belum pasti. Namun ada factor yang diduga bayi lahir lewat bulan atau
postmatur, yang dikemukakan adalah faktor hormonal yaitu kadar progesterone,
kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta.
3. PATOFISIOLOGI
Faktor hormonal, yaitu kadar
progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga
kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga
adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air
ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan
lewat waktu.
Etiologi menurut Nwosu dkk
faktor-faktor yang menyebabkan post matur stress, sehingga tidak
timbulnya his kurangnya air ketuban dan Insufisiensi plasenta ( ilmu Kebidanan:
hal.318)
Fungsi plasenta memuncak pada usia
kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari
menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri
spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang
sampai 50%. Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi.
Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko
kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55%
intrapartum, 15% postpartum.
4. MANIFESTASI KLINIS
Pengaruh terhadap Ibu dan Janin :
4.1 Terhadap Ibu
Persalinan
postmatur dapat menyebabkan distosis karena :
4.1.1
Aksi
uterus tidak terkoordinir.
4.1.2
Janin
besar.
4.1.3
Moulding
kepala kurang.
Maka akan sering dijumpai : partus
lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum.
Hal ini akan menaikan angka mordibitas dan mortalitas.
4.2 Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga
kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah
bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi: berat badan
janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42
minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.
Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa
kulit keriput, mengelupas lebar-lebar, sianosis, badan kurus yang menunjukan
pengurasan energi, dan maturitas lanjut karena bayi tersebut matanya terbuka.
Kulit keriput telihat sekali pada bagian telapak tangan dan telapak kaki. Kuku
biasanya cukup panjang. Biasanya bayi postmatur tidak mengalami hambatan
pertumbuhan karena berat lahirnya jarang turun dibawah persentil ke-10 untuk
usia gestasinya. Banyak bayi postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit
berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Berapa bayi yang bertahan
hidup mengalami kerusakan otak
Insidensi sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42,
dan 43 minggu masing-masing belum dapat ditentukan dengan pasti. Syndrome ini
terjadi pada sekitar 10% kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat
menjadi 33% pada 44 minggu. Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata
meningkatkan kemungkinan postmaturitas.
5. KOMPLIKASI
5.1 Terhadap ibu
persalinan serotinus dapat menyebabkan distosia dikarenakan oleh:
5.1.1
Aksi uterus yang tidak terkoordinir
dikarenakan kadar progesteron yang tidak turun pada kehamilan serotinus maka
kepekaan terhadap oksitosin berkurang sehingga estrogen tidak cukup untuk
menyediakan prostaglandin yang berperan terhadap penipisan serviks dan
kontraksi uterus sehingga sering didapatkan aksi uterus yang tidak
terkoordinir.
5.1.2
Janin besar oleh karena pertumbuhan
janin yang terus berlangsung dan dapat menimbulkan CPD dengan derajat yang
mengakhawatirkan akibatnya persalinan tidak dapat berlangsung secara normal,
maka sering dijumpai persalinan lama, inersia uteri, distosia bahu dan
perdarahan post partum.
5.2 Terhadap janin
5.2.1
fungsi plasenta mencapai puncaknya pada
kehamilan 28 minggu kemudian mulai menurun terurtama setelah 42 minggu, hal ini
dapat dibuktikan dengan penurunan kadarestriol kadar plasenta dan estrogen.
Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin
dengan resiko tiga kali. Akibat dari proses penuaan plasenta maka pasokan
makanan dan oksigen akan menurun disamping dengan adanya spasme arteri
spiralis. Janin akan mengalami pertumbuhan terhambat dan penurunan berat dalam
hal ini dapat disebut dismatur. Sirkulasi utero plasenter akan berkuarang 50%
menjadi 250 mm/menit. Kematian janin akibat kehamilan serotinus terjadi pada 30
% sebelum persalinan, 50% dalam persalinan dan 15% dalam postnatal. Penyebab
utama kematian perinatal adalah hipoksia dan aspirasi mekonium. Tanda-tanda
partus postterm dibagi menjadi tiga stadium:
5.1.1.1
Stadium I : kulit menunjukkan
kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah
mengelupas.
5.1.1.2
Stadium II : gejala pada stadium satu
ditambah dengan pewarnaan mekonium (kehijauan pada kulit).
5.1.1.3
Stadium III : pewarnaan kekeuningan
pada kuku, kulit dan tali pusat.
Pada kasus yang
lain biasanya terjadi insufisiensi plasenta. Dimana plasenta, baik secara
anatomis maupun fisiologis tidak mampu memberikan makanan dan oksigen kepada
fetus untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan secara norma. Hal ini
dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan. Volume cairan amnion akan
meningkat sesuai dengan bertambahnya kehamilan. Pada kehamilan cukup bulan
cairan amnion 1000-1500 ml, warna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang
khas, amis, dan agak manis, cairan ini mengandung sekitar 98% air. Sisanya
terdiri dari garam organik dan anorganik yaitu rambut lanugo (rambut halus yang
berasal dari bayi), sel-sel epitel dan forniks kaseosa (lemak yang meliputi
kulit bayi.
Produksi cairan
amnion sangat dipengaruhi fungsi plasenta. Pada kehamilan serotinus fungsi
plasenta akan menurun sehingga akibatnya produksi cairan amnion juga akan
berkurang. Dengan jumlah cairan amnion dibawah 400 ml pada umur kehamilan 40
minggu atau lebih mempunyai hubungan dengan komplikasi janin. Ini dikaitkan dengan
fungsi cairan amnion yaitu melindungi janin terhadap trauma dari luar,
memungkinkan janin bergerak bebas, melindungi suhu janin, meratakan tekanan di
dalam uterus pada partus sehingga serviks membuka, membersihkan jalan lahir
pada permulaan partus kala II. Dengan adanya oligohidramnion maka tekanan pada
uterus tidak sempurna, sehingga terkadang disertai kompresi tali pusat dan
menimbulkan gawat janin. Janin menjadi stress kemudian mengeluarkan mekonium
yang akan mencemari cairan ketuban, sehingga tak jarang terjadi aspirasi
mekonium yang kental.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
6.1 Bila HPHT dicatat dan diketahui
wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
6.2 Kesulitan mendiagnosis bila wanita
tidak ingat HPHTnya. Hanya dengan pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti
dengan tinggi dan naiknya fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis.
6.3 Pemeriksaan rontgenologik dapat
dijumpai pusat penulangan pada bagian distal femur, bagian proksimal tibia,
tulang kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
6.4 USG : ukuran diameter biparietal,
gerkan janin dan jumlah air ketuban.
6.5 Pemeriksaan sitologik air ketuban:
air ketuban diamabil dengan amniosenteris baik transvaginal maupun
transabdominal, kulit ketuban akan bercampur lemak dari sel-sel kulit yang
dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang
diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel-sel yang mengandung lemak
akan berwarna jingga.
6.5.1 Melebihi 10% = kehamilan diatas 36
minggu.
6.5.2 Melebihi 50% = kehamilan diatas 39
minggu.
6.6 Amnioskopi, melihat derajat
kekeruhan air ketuban, menurt warnanya karena dikeruhi mekonium.
6.7 Kardiotografi, mengawasi dan membaca
denyut jantung janin, karena insufiensi plase.
6.8 Uji oksitosin ( stress test), yaitu
dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi
uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan
berbahaya dalam kandungan.
6.9 Pemeriksaan kadar estriol dalam
urin.
6.10 Pemeriksaan pH darah kepala janin.
6.11 Nilai darah
lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
6.11.1 Hb (normal
15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2
dalam darah sedikit
6.11.2 Leukositnya
lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm
imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi
6.11.3 Trombosit
(normal 350 x 10 gr/ct)
6.11.4 Distrosfiks
pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi.
6.12 Nilai analisa
gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
6.12.1 pH (normal
7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
6.12.2 PCO2
(normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung
naik sering terjadi hiperapnea.
6.12.3 PO2
(normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung
turun karena terjadi hipoksia progresif.
6.12.4 HCO3
(normal 24-28 mEq/L)
6.13 Urine
6.14 Nilai serum
elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
6.14.1 Natrium (normal
134-150 mEq/L)
6.14.2 Kalium (normal
3,6-5,8 mEq/L)
6.14.3 Kalsium (normal
8,1-10,4 mEq/L)
6.15 Photo thorax
6.16 Pulmonal tidak
tampak gambaran, jantung ukuran normal.
7. PENATALAKSANAAN
7.1 Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu
yang penting adalah monitoring janin sebaik-baiknya.
7.2 Apabila tidak ada tanda-tanda
insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan
ketat
7.3 Lakukan pemeriksaan dalam untuk
menilai kematangan serviks, kalau sudah matang boleh dilakukan induksi
persalinan dengan atau tanpa amniotomi.
7.4 Bila ada riwayat kehamilan yang lalu
ada kematian janin dalam rahim, Terdapat hipertensi, pre-eklampsia, Kehamilan
ini adalah anak pertama karena infertilitas, Pada kehamilan > 40-42 minggu.
Maka ibu dirawat di rumah sakit :
7.4.1
Tindakan
operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :
7.4.2
Insufisiensi
plasenta dengan keadaan serviks belum matang
7.4.3
Pembukaan
yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau
7.4.4
Pada
primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia, hipertensi
menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.
7.4.5
Pada
persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat
merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar dan kemungkinan diproporsi
sefalo-pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan. Selain itu janin
postmatur lebih peka terhadap sedatif dan narsoka, jadi pakailah anestesi
konduksi. (Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998).
7.5 Penatalaksanaan antisipasi pada usia
kehamilan lewat bulan antara 40 hingga 42 minggu
7.5.1
Kaji
kembail TP wanita sebagai titik tengah dalam kisaran waktu 4 minggu (
40+minggu)
7.5.2
Kaji
kembali bersama wanita rencana penanganan kehamilan lewat bulan, dokumentasikan
rencana yang disepakati ( 40+ minggu).
7.5.3
Uji
kembali nonstress awal ( Nonstress test, NST) dua kali dalam seminggu, yang
dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
7.5.4
Lakukan
pengukuran volume cairan amnion ( Amniotic fluid volume, APV) dua kali dalam seminggu,
yang dimulai saat kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
7.5.5
Lakukan
uji profil biofisik lengkap dan konsultasikan dengan dokter untuk hasil NST
yang nonreaktif atau APV yang rendah.
7.5.6
Jika
kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan usia kehamilan dapat
diandalkan mulai penanganan aktif mengacu pada protokol.
7.6 Penatalaksanaan aktif pada kehamilan
leat bulan :
7.6.1
Induksi
persalinan
Pada tahun 1970-an terdapat meningkatnya kesadaran terhadap
mordibitas kehamilan lewat bulan. Beberapa pihak mengajukan keberatan terhadap
induksi persalinan karena tidak alami dan dapat meningkatkan bahaya.
Namun walaupun banyak pihak yang menentang induksi persalinan dan tidak adanya
standardisai kriteria, praktik induksi telah banyak meningkat selama satu
dekade terakhir
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist,
hasil yang diharapkan dari induksi persalinan adalah “ ibu dapat melahirkan
bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi sebelum persalinan spontan
terjadi”. Meski metode induksi sekarang diutamakan pada induksi kontarkasi
uterus, namun peran servik sangat penting yang aktivitasnya tidak sepenuhnya
dipengaruhi uterus.
Penggunanaan obat berpusat pada oksitosin sejak tahun
1960-an dan prostaglandin sejak tahun 1970-an. Pengaturan dosis, dan cara
pemberian dan waktu pemberian untuk semua metode hingga kini masih dalam
penelitian,
Untuk menghasilkan persalinan yang aman, keberhasilan
induksi persalinan setelah servik matang dapat dicapai dengan menggunakan
prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih
efektif sebagai agens yang mematangkan servik dibanding oksitosin.
Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan (
misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis),
memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau sedikit penelitian untuk
menguatkan rekomendasinya.
7.6.2
Metode
hormon untuk induksi persalinan :
7.6.2.1 Oksitosin yang digunakan melalui
intravena (atas persetujuan FDA untuk induksi persalinan). Dengan catatan
servik sudah matang.
7.6.2.2 Prostaglandin : dapat digunakan
untuk mematangkan servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun
kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.
7.6.2.2.1
Misprostol
Merk
dagang cytotec. Suatu tablet sintetis analog PGE1 yang diberikan intravagina
(disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum, bukan untuk induksi)
7.6.2.2.2
Dinoproston
Merk
dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan
ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1995).
Merk
dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel
0,5 mg deng diberika intraservik (disetujui FDA untuk induksi persalinan pada
tahun 1993)
Mifepriston
9 RU 486, antagonis reseptor progesteron) (disetujui FDA untuk aborsi trimester
pertama, bukan untuk induksi) tersedia dalam bentuk tablet 200 mg untuk
diberikan per oral.
7.6.3
Metode
non hormon Induksi
persalinan
7.6.3.1 Pemisahan ketuban
Prosedurnya
dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban mengacu pada upaya memisahkan
membran amnion dari bagian servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian
bawah pada saat pemeriksaan dalam dengan tangan terbungkus sarung tangan bidan
memeriksa wanita untuk menentukan penipisan serviks, pembukaan dan posisi
lazimnya.
Perawatan
dilakukanan untuk memastikan bahwa bagian kepala janin telah turun. Pemeriksaan
mengulurkan jari telunjuk sedalam mungkin melalui os interna, melalui ujung
distal jari perlahan antara segmen uterus bagian bawah dan membaran. Beberapa
usapan biasanya efektif untuk menstimulasi kontaksi awal regular dalam 72 jam.
Mekanisme
kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke dalam sirkulasi ibu.
Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika terdapat ruptur membran yang tidak
disengaja dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan
memban serviks tidak dilakukan pada kasus – kasus servisitis, plasenta letak
rendah, maupun plasenta previa, posisi yang tidak diketahui, atau perdarahan
pervaginam yang tidak diketahui.
7.6.3.2 Amniotomi
Pemecahan
ketuban secara sengaja (AROM). Saat dikaukan bidan harus memeriksa dengan
teliti untuk mengkaji penipisan servik, pembukaan posisi, dan letak bagian
bawah. Presentasi selain kepala merupakan kontraindikasi AROM dan
kontraindikasi lainnya ketika kepala belum turun, atau bayi kecil karena dapat
menyebabkan prolaps talipusat. Meskipun amniotomi sering dilakukan untuk
menginduksi persalinan, namun hingga kini masih belum ada studi prospektif dengan
desain tepat yang secara acak menempatkan wanita pada kelompok tertentu untuk
mengevaluasi praktik amniotomi ini.
7.6.3.3 Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan
cara ini relatif lebih aman karena menggunakan metode yang sesuai dengan
fisiologi kehamilan dan persalinan. Penanganannya dengan menstimulasi selama 15
menit diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3
kali perhari.
7.6.3.4 Minyak jarak
Ingesti
minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun jus jeruk dapat meningkatkan
angka kejadian persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
7.6.3.5 Kateter forey atau Kateter balon.
Secara
umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian balon di isi udara 25 hingg 50
mililiter untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya. Beberapa uji klinis
membuktikan bahwa teknik ini sangat efektif.
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
8.1 Pada
bayi :
8.1.1
Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 berhubungan dengan asfiksia
berat/ringan, pernafasan tidak teratur, pernafasan cuping hidung,
cyanosis, ada lendir pada hidung dan mulut.
8.1.1.1 NOC :
Kebutuhan
O2 bayi terpenuhi
Kriteria:
8.1.1.1.1
Pernafasan
normal 40-60 kali permenit.
8.1.1.1.2
Pernafasan
teratur.
8.1.1.1.3
Tidak
cyanosis.
8.1.1.1.4
Wajah
dan seluruh tubuh
8.1.1.1.5
Berwarna
kemerahan (pink variable).
8.1.1.1.6
Gas
darah normal (PH = 7,35 – 7,4, PCO2 = 35
mm Hg, PO2 = 50 – 90 mmHg)
8.1.1.2 NIC
8.1.1.2.1
Letakkan
bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit
tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi
sehingga bahu terangkat 2-3
cm 1.
8.1.1.2.2
Bersihkan
jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
8.1.1.2.3
Observasi
gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam
8.1.1.2.4
Kolaborasi
dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri.
8.1.2
Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi berhubungan dengan Keadaan
umum lemah, reflek menghisap lemah, masih terdapat retensi pada
sonde.
8.1.2.1 NOC
Kebutuhan
nutrisi terpenuhi
Kriteria
8.1.2.1.1
Bayi
dapat minum pespeen / personde dengan baik.
8.1.2.1.2
Berat
badan tidak turun lebih dari 10%.
8.1.2.1.3
Retensi
tidak ada.
8.1.2.2 NIC
8.1.2.2.1
Lakukan
observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi.
8.1.2.2.2
Monitor
turgor dan mukosa mulut.
8.1.2.2.3
Monitor intake dan out put.
8.1.2.2.4
Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan.
8.1.2.2.5
Lakukan control berat badan setiap
hari.
8.1.3
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan suhu tubuh
diatas normal, tali pusat layu, ada tanda-tanda infeksi, abnormal
kadar leukosit, kulit kuning, riwayat persalinan dengan ketuban mekonical.
8.1.3.1 NOC
Selama perawatan tidak terjadi
komplikasi (infeksi)
Kriteria :
8.1.3.1.1
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
8.1.3.1.2
Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
8.1.3.2 NIC
8.1.3.2.1
Lakukan teknik aseptik dan antiseptik
dalam memberikan asuhan keperawatan.
8.1.3.2.2
Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan.
8.1.3.2.3
Pakai baju khusus/ short waktu masuk
ruang isolasi (kamar bayi).
8.1.3.2.4
Lakukan perawatan tali pusat dengan
triple dye 2
8.1.3.2.5
Jaga kebersihan (badan, pakaian)
dan lingkungan bayi.
8.1.3.2.6
Observasi tanda-tanda infeksi dan
gejala cardinal.
8.1.3.2.7
Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
8.1.3.2.8
Kolaborasi dengan team medis untuk
pemberian antibiotik.
8.1.3.2.9
Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai
advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP.
8.1.4
Gangguan hubungan interpersonal antara
ibu dan bayi
berhubungan dengan Bayi dirawat di dalam inkubator di ruang intensif, belum
ada kontak antara ibu dan bayi.
8.1.4.1 NOC
Terjadinya hubungan batin antara bayi
dan ibu
Kriteria:
8.1.4.1.1
Ibu dapat segera menggendong dan
meneteki bayi.
8.1.4.1.2
Bayi segera pulang dan ibu dapat
merawat bayinya sendiri.
8.1.4.2 NIC
8.1.4.2.1
Jelaskan para ibu / keluarga tentang
keadaan bayinya sekarang.
8.1.4.2.2
Bantu orang tua / ibu mengungkapkan
perasaannya.
8.1.4.2.3
Orientasi ibu pada lingkungan rumah
sakit.
8.1.4.2.4
Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung
(batasi oleh kaca pembatas).
8.1.4.2.5
Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu
dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan.
8.2 Pada ibu :
8.2.1
Ansietas
berhubungan dengan partus macet.
8.2.1.1
NOC
berkurangnya
rasa cemas dan mampu mempertahankan koping yang positif
Kriteria
:
8.2.1.1.1
Klien merasa tenang dan optimis dengan
persalinannya.
8.2.1.1.2
Klien dapat menggunakan teknik
relaksasi distraksi atau napas dalam dengan efektif.
8.2.1.1.3
Menggungkapkan pemahaman situasi
individu dan kemungkinan hasil akhir.
8.2.1.1.4
Klien tampak rileks, tanda-tanda vital
dalam batas normal TD : 120/80 mmHg, RR : 18-24 x/menit, Nadi: 80-100 x/menit
8.2.1.2
NIC
8.2.1.2.1
Jelaskan prosedur intervensi
keperawatan dan tindakan. Pertahankan komunikasi terbuka, diskusikan dengan
klien kemungkinan efek samping dan hasil, pertahankan sikap optimis.
8.2.1.2.2
Orientasikan klien dengan pasangan pada
lingkungan persalinan.
8.2.1.2.3
Anjurkan tehnik relaksasi seperti
teknik distraksi atau napas dalam
8.2.1.2.4
Anjurkan penggungkapan rasa takut atau
masalah.
8.2.2
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan jalan lahir kontak terlalu lama dengan
ekstrauteri.
8.2.2.1
NOC
bebas
dari tanda-tanda infeksi
Kriteria
:
8.2.2.1.1 Suhu tubuh normal 36,5-370C.
8.2.2.1.2 Kontaminasi
dapat diminimalkan.
8.2.2.1.3 Cairan amniotic
jernih, hampir tidak berwarna dan berbau.
8.2.2.1.4 Pada pemeriksaan laboratorium jumlah
leukosit dalam batas normal yaitu 5000-10000 mm3.
8.2.2.2 NIC
8.2.2.2.1 Pantau tanda-tanda vital.
8.2.2.2.2 Tekankan pentingnya cuci tangan yang
baik dan tepat.
8.2.2.2.3 Gunakan teknik aseptik selama melakukan
pemeriksaan vagina (VT).
8.2.2.2.4 Pantau tanda-tanda vital dan nilai
leukosit.
8.2.2.2.5 Pantau dan gambarkan karakteristik dari
cairan amniotic.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Postmatur menunjukan atau
menggambarkan keadaan janin yang lahir telah melampaui batas waktu
persalinannya, sehingga dapat menyebabkan beberapa komplikasi. (Buku Pengantar
Kuliah Obsetri: hal 450). Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum,
harus dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi neonatal
yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.
Etiologi pada kelahiran lewat bulan
ini masih belum pasti. Namun ada factor yang diduga bayi lahir lewat bulan atau
postmatur, yang dikemukakan adalah factor hormonal yaitu kadar progesterone,
kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta.
Bayi postmatur menunjukan gambaran
yang khas, yaitu berupa kulit keriput, mengelupas lebar-lebar, sianosis, badan
kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan maturitas lanjut karena bayi
tersebut matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada bagian telapak
tangan dan telapak kaki. Kuku biasanya cukup panjang. Biasanya bayi postmatur
tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang turun dibawah
persentil ke-10 untuk usia gestasinya. Banyak bayi postmatur Clifford mati dan
banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Berapa
bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak.
B. SARAN
Memperhatikan kondisi saat fase
kehamilan sangatlah penting dengan gizi yang cukup dan seimbang, oleh karena
itu bagi ibu-ibu yang hamil hendaklah mempersiapkan persalinan dengan
sebaik-baiknya, serta dengan melakukan pemeriksaan rutin baik untuk mengetahui
kesehatan janin dan sang ibu.
DAFTAR
PUSTAKA
Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis
Obstetri. Jakarta.EGC
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Cunningham, Gary, dkk. 2006. Obstetri William ed.21. Jakarta: EGC
Referensi lainnya :
Terimakasih telah berkunjung & Semoga membawa manfaat bagi kita semua... :)
Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh...
Oleh : Novita Nabilla | Advokasi Himika 2012/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar