Laporan Pendahuluan Episiotomi

Created by : Novita Nabilla
Yogyakarta, 3 Desember 2012



 
BAB I
PENDAHULUAN
  
   A.    Latar Belakang
Angka kematian maternal untuk Indonesia diperhitungkan 6-8 per 1000 kelahiran, angka ini sangat tinggi apabila dibandingkan angka- angka di Negara maju. Perkembangan ini terlihat pada semua Negara-negara maju; umumnya angka kematian maternal kini di negara-negara maju berkisar antara 1,5 dan 3,0 per 10.000 kelahiran hidup (Wiknjosastro, 2002).
Episiotomi dikembangkan di Inggris pada tahun 1970 dan awal tahun 1980-an, dimana saat itu tindakan episiotomi dipakai sekitar 50%. Tindakan episiotomy umumnya dilakukan pada wanita yang baru pertama melahirkan. Namun kadang-kadang episiotomy dilakukan juga pada persalinan berikutnya,tergantung situasinya.Bila akan terjadi robekan maka dilakukan episiotomy (Ayahbunda- online_com.htm.dr. lastiko Bramantyo Sp.OG. 2006).
The American College Of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan bahwa episiotomy rutin tidak perlu dilakukan karena dapat meningkatkan resiko komplikasi tertentu. Hal ini bukan berarti episiotomy tidak boleh dilakukan hanya saja tidak perlu secara rutin pada setiap wanita yang menjalani persalinan per vaginam (Kalbe.co.id. 2005).
Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elatisitas jaringan. Oleh karena itu, pertimbangan untuk melakukan episiotomy 2 harus mengacu pada pertimbangan klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tersebut.Sehingga sebagai perawat harus ikut berperan serta dalam upaya perawatan episiotomi dengan mengikutsertakan keluarga dan pasien dalam penyuluhan pentingnya perawatan episiotomi sehingga mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan dan perbaikan jaringan (Rusda, M. 2004. Anestasi Infiltrasi Pada Episiotomi. Universitas Sumatra Utara. http://www.google.com.).
Mengingat pentingnya perawatan episiotomi pada ibu postpartum, maka penulis tertarik mengambil MAKALAH TENTANG EPISIOTOMI

   B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Mengetahui pentingnya perawatan pada pasien postpartum dengan Episiotomi
2.      Tujuan Khusus
2.1    Mengetahui Pengertian dari Episiotomi
2.2    Mengetahui Anatomi dan Fisiologi yang terlibat pada postpartum dengan episiotomy
2.3    Mengetahui Etiologi dilakukan episiotomy
2.4    Mengetahui Pathofisiologi persalinan episiotomy
2.5    Mengetahui Manifestasi klinis episiotomy
2.6    Mengetahui Komplikasi dari tindakan episiotomy
2.7    Mengetahui Pengkajian focus pada pasien dengan episiotomy
2.8    Mendeskripsikan permasalahan (diagnosa keparawatan)
2.9    Mendeskripsikan rencana tindakan keperawatan (intervensi)

    C.     Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas penulis akan menguraikan secara singkat dalam bentuk bab dan sub bab penulisan makalah, maka Penulis akan
menyusun menjadi 3 bab, yaitu:
1.      BAB I adalah pendahuluan, terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, sistematika.
2.      BAB II adalah konsep dasar, terdiri atas pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi atau predisposisi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi, penatalaksanaan, pengkajian fokus (termasuk pemeriksaan penunjang), pathways keperawatan, fokus intervensi.
3.      BAB III adalah kesimpulan dan saran.
4.      DAFTAR PUSTAKA.

BAB II
KONSEP DASAR
  
   A.    Pengertian
Post Partum adalah masa yang dimulai dari persalinan dan berakhir kirakira setelah 6 minggu, tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu tiga bulan (Wiknjosastro, 2002: 237).
Nifas dibagi menjadi 3 yaitu pertama puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan, kedua adalah puerperium Intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu, ketiga adalah remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna (Mochtar,R .1998:115).
Episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina (Bobak, 2004: 244).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa postpartum dengan episiotomi adalah suatu masa yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu dimana pada waktu persalinan dilakukan tindakan insisi pada perineum yang bertujuan untuk melebarkan jalan lahir dan memudahkan kelahiran.
Klasifikasi menurut Mansjoer, dkk tahun 1999 macam-macam episiotomi adalah :
1.      Episiotomi mediana, merupakan insisi yang paling mudah diperbaiki, penyembuhan lebih baik, dan jarang menimbulkan dispareuni. Episiotomi jenis ini dapat menyebabkan ruptur perinei totalis.
2.      Episiotomi mediolateral, merupakan jenis insisi yang banyak digunakan karena lebih aman.
3.      Episiotomi lateral, tidak dianjurkan karena hanya dapat menimbulkan sedikit relaksasi introitus, pendarahan lebih banyak, dan sukar direparasi.

   B.     Anatomi dan fisiologi
1.      Anatomi Organ Reproduksi Wanita
       1.1  Organ Generatif Interna

Gambar 1. Organ Reproduksi Interna Pada Wanita (Sumber: Wiknjo Sastro,2002).

Keterangan:
1.1.1        Vagina
Vagina merupakan jaringan membran muskulo membranosa berbentuk tabung yang memanjang dari vulva ke uterus berada diantara kandung kemih di anterior dan rectum di posterior.
1.1.2        Uterus
Uterus adalah organ muskuler yang berongga dan berdinding tebal yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Berfungsi untuk implantasi, memberi perlindungan dan nutrisi pada janin, mendorong keluar janin dan plasenta pada persalinan serta mengendalikan pendarahan dari tempat perlekatan plasenta.
Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng dan terdiri atas dua bagian yaitu bagian atas berbentuk segitiga yang merupakan badan uterus yaitu korpus dan bagian bawah berbentuk silindris yang merupakan bagian fusiformosis yaitu serviks. Saluran ovum atau tuba falopi bermula dari kornus (tempat masuk tuba) uterus pada pertemuan batas superior dan lateral. Bagian atas uterus yang berada diatas kornus disebut fundus. Bagian uterus dibawah insersi tuba falopi tidak tertutup langsung oleh peritoneum, namun merupakan tempat pelekatan dari ligamentum latum. Titik semu serviks dengan korpus uteri disebut isthmus uteri. Bentuk dan ukuran bervariasi serta dipengaruhi usia dan paritas seorang wanita. Sebelum pubertas panjangnya bervariasi antara 2,5−3,5 cm. Uterus wanita nulipara dewasa panjangnya antara 6−8 cm sedang pada wanita multipara 9-10 cm. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram, sedangkan pada wanita yang belum pernah melahirkan 80 gram atau lebih. Pada wanita muda panjang korpus uteri kurang lebih setengah panjang serviks, pada wanita nulipara panjang keduanya kira-kira sama. Sedangkan pada wanita multipara, serviks hanya sedikit lebih panjang dari sepertiga panjang total organ ini.
Bagian serviks yang berongga dan merupakan celah sempit disebut dengan kanalis servikalis yang berbentuk fusiformis dengan lubang kecil pada kedua ujungnya, yaitu ostium interna dan ostium eksterna. Setelah menopause uterus mengecil sebagai akibat atropi miometrium dan endometrim. Istmus uteri pada saat kehamilan diperlukan untuk pembentukan segmen bawah rahim. Pada bagian inilah dinding uterus dibuka jika mengerjakan section caesaria trans peritonealis profunda. Suplay vaskuler uterus terutama berasal dari uteri aterina dan arteri ovarika. Arteri uterina yang merupakan cabang utama arteri hipogastrika menurun masuk dasar ligamentum latum dan berjalan ke medial menuju sisi uterus. Arteri uterina terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu arteri serviko vaginalis yang lebih kecil memperdarahi bagian atas serviks dan bagian atas vagina. Cabang utama memperdarahi bagian bawah serviks dan korpus uteri. Arteri ovarika yang merupakan cabang aorta masuk dalam ligamentum latum melalui ligamentum infundibulopelvikum. Sebagian darah dari bagian atas uterus, ovarium dan bagian atas ligamentum latum.dikumpulkan melalui vena yang didalam ligamentum latum, membentuk pleksus pampiniformis yang berukuran besar, pembuluh darah darinya bernuara di vena ovarika. Vena ovarika kanan bermuara ke vena cava, sedangkan vena ovarika kiri bermuara ke vena renalis kiri.
Persyarafan terutama berasal dari sitem saraf simpatis, tapi sebagian juga berasal dari sistem serebrospinal dan parasimpatis. Cabang-cabang dari pleksus ini mensyarafi uterus, vesika urinaria serta bagian atas vagina dan terdiri dari serabut dengan maupun tanpa myelin. Uterus disangga oleh jaringan ikat pelvis yang terdiri atas ligamentum latum, ligamentum infundibolupelvikum, ligamentum kardialis, ligamentum rotundum dan ligamentum uterosarkum. Ligamentum latum meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Ligamentum infundibolupelvikum merupakan ligamentum yang menahan tuba falopi yang berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran limfe, arteria dan vena ovarika. Ligamentum kardinale mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat yang tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah antara lain vena dan arteria uterine. Ligamentum uterosakrum menahan uterus supaya tidak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan ke arah os sacrum kiri dan kanan, sedang ligamentum rotundum menahan uterus antefleksi danberjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah ingunal kiri dan kanan.
1.1.2.1  Serviks Uteri
Serviks merupakan bagian uterus yang terletak di bawah isthmus di anterior batas atas serviks yaitu ostium interna, kurang lebih tingginya sesuai dengan batas peritoneum pada kandung kemih. Ostium eksterna terletak pada ujung bawah segmen vagina serviks yaitu portio vaginalis. Serviks yang mengalami robekan yang dalam pada waktu persalinan setelah sembuh bisa menjadi berbentuk tak beraturan, noduler, atau menyerupai bintang. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri dari jaringan kolagen, jaringan elastin serta pembuluh darah. Selama kehamilan dan persalinan, kemampuan serviks untuk meregang merupakan akibat pemecahan kolagen. Mukosa kanalis servikalis merupakan kelanjutan endometrium. Mukosanya terdiri dari satu lapisan epitel kolumner yang menempel pada membran basalis yang tipis.

1.1.2.2  Korpus Uteri
Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan, yaitu endometrium, miometrium dan peritoneum.
·         Endometrium
Endometrium merupakan bagian terdalam dari uterus, berupa lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium berupa membran tipis berwarna merah muda, menyerupai beludru, yang bila diamati dari dekat akan terlihat ditembusi oleh banyak lubang-lubang kecil yaitu muara kelenjar uterine. Tebal endometrium 0,5−5 mm. Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang didalamnya terdapat banyak pembuluh darah. Kelenjar uterine berbentuk tubuler dalam keadaan istirahat menyerupai jari jemari dari sebuah sarung tangan. Sekresi kelenjar berupa suatu cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab.

·         Miometrium
Miometrium merupakan lapisan dinding uterus yang merupakan lapisan muskuler. Miometrium merupakan jaringan pembentuk sebagian besar uterus, terdiri kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin di dalamnya. Selama kehamilan miometrium membesar namun tidak terjadi perubahan berarti pada otot serviks. Dalam lapisan ini tersusun serabut otot yang terdiri atas tunikla muskularis longitudinalis eksterna, oblique media, sirkularis interna dan sedikit jaringan fibrosa.
·         Peritonium
Peritoneum merupakan lapisan serosa yang menyelubungi uterus, dimana peritoneum melekat erat kecuali pada daerah di atas kandung kemih dan pada tepi lateral dimana peritoneum berubah arah sedemikian rupa membentuk ligamentum latum.
              1.2  Organ Generatif Eksterna

Gambar 2: Organ Reproduksi Eksterna Pada Wanita
( Sumber: Wiknjo Sastro, 2002)
Keterangan :
1.2.1        Mons Veneris
Mons veneris adalah bagian menonjol diatas simfisis. Pada wanita dewasa ditutupi oleh rambut kemaluan.pada wanita umumnya batas atasnya melintang sampai pinggir atas simfisis,sedangkan ke bawah sampai sekitar anus dan paha.
1.2.2        Labia Mayora (bibir-bibir besar)
Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah,terisi jaringan lemak serupa dengan yang ada di monsveneris.Ke bawah dan belakang kedua labia mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior.
1.2.3        Labia Minora (bibir-bibir kecil)
Labia Minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar.Ke depan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk diatas klitoris preputium klitoridis dan dibawah klitoris frenulum klitoridis.Ke belakang kedua bibir kecil bersatu dan membentuk fossa navikulare. Kulit yang meliputi bibir kecil mengandung banyak glandula sebasea dan urat saraf yang menyebabkan bibir kecil sangat sensitif dan dapat mengembang.
1.2.4        Klitoris
Kira-kira sebesar kacang ijo tertutup oleh preputium klitoridis, terdiri atas glans klitoridis ,korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis.Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat mengembang ,penuh urat saraf dan amat sensitif.
1.2.5        Vulva
Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka ke belakang dan dibatasi dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan dibelakang oleh perineum; embriologik sesuai sinus urogenitalis.Di vulva 1-1,5 cm di bawah klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum (lubang kemih) berbentuk membujur 4-5 mm dan .tidak jauh dari lubang kemih di kiri dan kanan bawahnya dapat dilihat dua ostia skene.Sedangkan di kiri dan bawah dekat fossa navikular terdapat kelenjar bartholin, dengan ukuran diameter ± 1 cm terletak dibawah otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang 1,5-2 cm yang bermuara di vulva.Pada koitus kelenjar bartolin mengeluarkan getah lendir.
1.2.6        Bulbus Vestibuli Sinistra et Dekstra
Terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramus os pubis, panjang 3-4 cm ,lebar 1-2 cm dan tebal 0,51- 1cm; mengandung pembuluh darah, sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor vagina.Saat persalinan kedua bulbus tertarik ke atas ke bawah arkus pubis, tetapi bagian bawahnya yang melingkari vagina sering mengalami cedera dan timbul hamatoma vulva atau perdarahan.
1.2.7        Introitus Vagina
Mempunyai bentuk dan ukuran berbeda , ditutupi selaput dara (hymen). Himen mempunyai bentuk berbeda – beda.dari yang semilunar (bulan sabit) sampai yang berlubang- lubang atau yang ada pemisahnya(septum);konsistensinya dari yang kaku sampai yang lunak sekali. Hiatus himenalis (lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung jari sampai yang mudah dilalui oleh 2 jari.Umumnya himen robek pada koitus.Robekan terjadi pada tempat jam 5 atau jam 7 dan sampai dasar selaput dara. Sesudah persalinan himen robek pada beberapa tempat.
1.2.8        Perineum
Terletak antara vulva dan anus , panjangnya rata-rata 4 cm.

2.      Fisiologi Organ Reproduksi Wanita
Sistem reproduksi dan struktur terkait pasca partum :
2.1  Adaptasi Fisiologis Pada Post Partum :
2.1.1        Proses Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses dimulai setelah plasenta keluar akibat konstraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir persalinan tahap III, uterus berada digaris tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus bersandar pada promontorium sakralis. Ukuran uterus saat kehamilan enam minggu beratnya kira15 kira 1000 gr. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus kurang lebih 1 cm diatas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari keenam fundus normal berada dipertengahan antara umbilikus dan simfisis fubis. Seminggu setelah melahirkan uterus berada didalam panggul sejati lagi, beratnya kira-kira 500 gr, dua minggu beratnya 350 gr, enam minggu berikutnya mencapai 60 gr (Bobak, 2004: 493).
2.1.2        Konstraksi Uterus
Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir, diduga adanya penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hemostatis pascapartum dicapai akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan pembekuan. Hormon desigen dilepas dari kelenjar hipofisis untuk memperkuat dan mengatur konstraksi. Selama 1-2 jam I pascapartumintensitas konstraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur, karena untuk mempertahankan kontraksi uterus biasanya disuntikkan aksitosan secara intravena atau intramuscular diberikan setelah plasenta lahir (Bobak, 2004: 493).
2.1.3        Tempat Plasenta
Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontriksi vaskuler dan trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi untuk kehamilan dimasa yang akan datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga pascapartum, kecuali bekas tempat plasenta (Bobak, 2004: 493).
2.1.4        Lochea
Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna merah lalu menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Lochea rubra mengandung darah dan debris desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah muda dan coklat setelah 3-4 hari (lochea serosa). lochea serosa terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lochea alba). Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum dan bakteri. Lochea alba bertahan selama 2-6 minggu setelah bayi lahir (Bobak, 2004: 494).
2.1.5        Serviks
Serviks menjadi lunak setelah ibu malahirkan. 18 jam pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya lebih padat kembali kebentuk semula. Muara serviks berdilatasi 10 cm, sewaktu melahirkan, menutup bertahap 2 jari masih dapat dimasukkan Muara serviks hari keempat dan keenam pascapartum (Bobak, 2004: 495).
2.1.6        Vagina dan Perinium
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mucosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap keukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir . Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat (Bobak, 2004:495).
2.1.7        Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil (estrogen, progesteron, human chrorionic gonadotropin, prolaktin, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Hari ketiga atau keempat pascapartum terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara bengkak, keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa hangat). Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman berkurang dalam 24 jam sampai 36 jam. Apabila bayi belum menghisap (atau dihentikan), laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai satu minggu. Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah dari hari kehari. Sebelum laktasi dimulai, payudara terasa lunak dan keluar cairan kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara terasa hangat dan keras waktu disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama 48 jam, susu putih kebiruan (tampak seperti susu skim) dapat dikeluarkan dari puting susu (Bobak, 2004:498).
2.1.8        Laktasi
Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar-kelanjar untuk menghadapi masa laktasi. Proses ini timbul setelah ari-ari atau plasenta lepas. Ari-ari mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon placenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah ari-ari lepas ,hormone placenta tak ada lagi sehingga terjadi produksi ASI. Sempurnanya ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang bagus sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya Gizi dan antibodi pembunuh kuman
2.1.9        Sistem Endokrin
Selama postpartum terjadi penurunan hormon human placenta latogen (HPL), estrogen dan kortisol serta placental enzime insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun pada masa puerperium. Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari wanita yang menyusui pascapartum hari ke-17 (Bobak, 2004: 496).
2.1.10    Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungís ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan akan mengalami penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan setelah wanita melahirkan. Trauma terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati hiperemis dan edema. Kontraksi kandung kemih biasanya akan pulih dalam 5-7 hari setelah bayi lahir (Bobak, 2004:497-498).
2.1.11    Sistem Cerna
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan sehingga ia boleh mengkonsumsi makanan ringan. Penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama tiga hari setelah ibu melahirkan yang disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum. Nyeri saat defekasi karena nyeri diperinium akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid (Bobak, 2004: 498).
2.1.12    Sistem Kardiovaskuler
Pada minggu ke-3 dan 4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya turun sampai mencapai volume sebelum hamil. Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung meningkat sepanjang hamil. Setelah wanita melahirkan meningkat tinggi selama 30-60 menit, karena darah melewati sirkuit uteroplasenta kembali ke sirkulasi umum. Nilai curah jantung normal ditemukan pemeriksaan dari 8-10 minggu setelah wanita melahirkan (Bobak,2004:499-500).
2.1.13    Sistem Neurologi
Perubahan neurologi selama puerperium kebalikan adaptasi neourologis wanita hamil, disebabkan trauma wanita saat bersalin dan melahirkan. Rasa baal dan kesemutan pada jari dialami 5% wanita hamil biasanya hilang setelah anak lahir. Nyeri kepala pascapartum disebabkan hipertensi akibat kehamilan , strees dan kebocoran cairan serebrospinalis. Lama nyeri kepala 1-3 hari dan beberapa minggu tergantung penyebab dan efek pengobatan.
2.1.14    Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama hamil berlangsung terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi membantu relaksasi dan hipermeabilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke 6-8 setelah wanita melahirkan (Bobak, 2004: 500-501).
2.1.15    Sistem Integumen
Kloasma muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan berakhir; hiperpigmentasi di aerola dan linea tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah seperti spiderangioma (nevi), eritema palmar dan epulis berkurang sebagai respon penurunan kadar estrogen.Pada beberapa wanita spider nevi bersifat menetap (Bobak, 2004: 501-502).
       2.2  Adaptasi Psikologis Post Partum
Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis post partum dibagi menjadi beberapa fase yaitu :
2.2.1        Fase Taking In ( dependent)
Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah melahirkan, dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan pada tahap ini pasien sangat ketergantungan.
2.2.2        Fase Taking Hold (dependent- independent)
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap menerima pesan barunya dan belajar tentang hal-hal baru, pada fase ini ibu membutuhkan banyak sumber informasi.
2.2.3        Fase Letting Go (independent)
Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam setelah
kelahiran, dimana ibu mampu menerima tanggung jawab normal.

    C.    Etiologi atau Predisposisi
Faktor dilakukan episiotomi menurut Depkes RI 1996 adalah :
1.      Persalinan yang lama karena perinium yang kaku
2.      Gawat janin
3.      Gawat ibu
4.      Pada tindakan operatif (ekstraksi cunam, vakum)
Sedangkan menurut Rusda (2004), penyebab dilakukan episiotomi berasal dari faktor ibu maupun faktor janin.
Faktor ibu antara lain:
1.      Primigravida
2.      Perinium kaku dan riwayat robekan perinium pada persalinan lalu .
3.      Terjadi peregangan perinium berlebihan misalnya persalinan sungsang, persalinan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar.
4.      Arkus pubis yang sempit.
Faktor Janin antara lain:
1.      Janin premature
2.      Janin letak sungsang, letak defleksi. Janin besar.
3.      Keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada gawat janin, tali pusat menumbung.
   
    D.    Patofisiologi
Ibu dengan persalinan episiotomi disebabkan adanya persalinan yang lama: gawat janin (janin prematur, letak sungsang, janin besar), tindakan operatif dan gawat ibu (perineum kaku, riwayat robekan perineum lalu, arkus pubis sempit). Persalinan dengan episiotomi mengakibatkan terputusnya jaringan yang dapat menyebabkan menekan pembuluh syaraf sehingga timbul rasa nyeri dimana ibu akan merasa cemas sehingga takut BAB dan ini menyebabkan Resti konstipasi.Terputusnya jaringan juga merusak pembuluh darah dan menyebabkan resiko defisit volume cairan.Terputusnya jaringan menyebabkan resti infeksi apabila tidak dirawat dengan baik kuman mudah berkembang karena semakin besar mikroorganisme masuk ke dalam tubuh semakin besar resiko terjadi infeksi.
Ibu dengan persalinan dengan episiotomi setelah 6 minggu persalinan ibu berada dalam masa nifas.Pada saat masa nifas ibu mengalami perubahan fisiologis
dan psikologis. Perubahan fisiologis pada ibu akan terjadi uterus kontraksi.Dimana kontraksi uterus bisa adekuat dan tidak adekuat. Dikatakan adekuat apabila kontraksi uterus kuat dimana terjadi adanya perubahan involusi yaitu proses pengembalian uterus ke dalam bentuk normal yang dapat menyebabkan nyeri/ mules, yang prosesnya mempengaruhi syaraf pada uterus.
Dimana setelah melahirkan ibu mengeluarkan lochea yaitu merupakan ruptur dari sisa plasenta sehingga pada daerah vital kemungkinan terjadi resiko kuman mudah berkembang.Dikatakan tidak adekuat dikarenakan kontraksi uterus lemah akibatnya terjadi perdarahan dan atonia uteri.Perubahan fisiologis dapat mempengaruhi payudara dimana setelah melahirkan terjadi penurunan hormone progesteron dan estrogen sehingga terjadi peningkatan hormon prolaktin yang menghasilkan pembentukan ASI dimana ASI keluar untuk pemenuhan gizi pada bayi, apabila bayi mampu menerima asupan ASI dari ibu maka reflek bayi baik berarti proses laktasi efektif.sedangkan jika ASI tidak keluar disebabkan kelainan pada bayi dan ibu yaitu bayi menolak, bibir sumbing, puting lecet, suplai tidak adekuat berarti proses laktasi tidak efektif.
Pada perubahan psikologos terjadi Taking In, Taking Hold, dan Letting Go.Pada fase Taking In kondisi ibu lemah maka terfokus pada diri sendiri sehingga butuh pelayanan dan perlindungan yang mengakibatkan deficit perawatan diri.Pada fase Taking Hold ibu belajar tentang hal baru dan mengalami perubahan yang signifikan dimana ibu butuh informasi lebih karena ibu kurang pengetahuan.Pada fase Letting Go ibu mampu memnyesuaikan diri dengan keluarga sehingga di sebut ibu yang mandiri, menerima tanggung jawab dan peran baru sebagai orang tua.

   E.     Pathway


    F.     Manifestasi Klinis
1.      Laserasi Perineum
Biasanya terjadi sewaktu kepala janin dilahirkan, luas robekan didefinisikan berdasarkan kedalaman robekan :
1.1     Derajat pertama (robekan mencapai kulit dan jaringan)
1.2     Derajat kedua (robekan mencapai otot-otot perineum)
1.3     Derajat tiga (robekan berlanjut ke otot sfinger ari)
1.4     Derajat empat (robekan mencapai dinding rektum anterior)
2.      Laserasi Vagina
Sering menyertai robekan perineum, robekan vagina cenderung mencapai dinding lateral (sulci) dan jika cukup dalam, dapat mencapai levator ani.
3.      Cedera Serviks
Terjadi jika serviks beretraksi melalui kepala janin yang keluar. Laserasi serviks akibat persalinan terjadi pada sudut lateral ostium eksterna, kebanyakan dangkal dan pendarahan minimal (Bobak,2004: 344-345).

   G.    Penatalaksanaan
1.      Perbaikan Episiotomi
1.1     Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan, jika tidak ada tanda infeksi dan pendarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan
1.2     Jika infeksi, buka dan drain luka
1.3     Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis, lakukan debridemen dan berikan antibiotika secara kombinasi sampai pasien bebas demam dalam 48 jam (Prawirohardjo, 2002).


    H.    Komplikasi
1.      Pendarahan
Karena proses episiotomi dapat mengakibatkan terputusnya jaringan sehingga merusak pembuluh darah terjadilah pendarahan.
2.      Infeksi
Infeksi terkait dengan jalannya tindakan episiotomi berhubungan dengan ketidaksterilan alat-alat yang digunakan.
3.      Hipertensi
Penyakit hipertensi berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7% sampai 10% seluruh kehamilan.
4.      Gangguan psikososial
Kondisi Psikososial mempengaruhi integritas keluarga dan menghambat ikatan emosional bayi dan ibu. Bberapa kondisi dapat mengancam keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayi.

      I.       Pengkajian Fokus
Fokus pengkajian diambil dari Doengoes 2001.
1.      Tekanan darah
Tekanan darah sedikit meningkat karena upaya persalinan dan keletihan, keadaan ini akan normal kembali dalam waktu 1 jam.
2.      Nadi
Nadi kembali ke frekuensi normal dalam waktu 1 jam dan mungkin terjadi sedikit bradikardi (50 sampai 70 kali permenit).
3.      Suhu tubuh
Suhu tubuh mungkin meningkat bila terjadi dehidrasi.
4.      Payudara
Produksi kolostrom 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur biasanya pada hari ke-3, mungkin lebih dini tergantung kapan menyusui dimulai.
5.      Fundus uteri
Fundus harus berada dalam midline, keras dan 2 cm dibawah umbilicus. Bila uterus lembek , lakukan masase sampai keras. Bila fundus bergeser kearah kanan midline , periksa adanya distensi kandung kemih.
6.      Kandung kemih
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5, kandung kemih ibu cepat terisi karena diuresis post partum dan cairan intra vena.
7.      Lochea
Lochea rubra berlanjut sampai hari ke-23, menjadi lochea serosa dengan aliran sedang. Bila darah mengalir dengan cepat, dicurigai terjadinya robekan servik.
8.      Perineum
Episiotomi dan perineum harus bersih, tidak berwarna, dan tidak edema dan jahitan harus utuh.
9.      Nyeri/ Ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara/ pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 dampai ke-5 post partum. Periksa adanya nyeri yang berlebihan pada perineum dan adanya kematian dibawah episiotomi.
10.  Makanan / Cairan
Kehilangan nafsu makan dikeluhkan kira-kira hari ke-3.
11.  Interaksi anak-orang tua
Perlu diperhatikan ekspresi wajah orang tua ketika melihat pada bayinya, apa yang mereka dan apa yang mereka lakukan. Responrespon negatif yang terlihat jelas menandakan adanya masalah.
12.  Integritas ego
Peka rangsang, takut / menangis (”post partum Blues”) sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan.


    J.      Fokus Intervensi dan rasional
1.      Nyeri Akut berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder terhadap luka episiotomy
           1.1  Tujuan : Mencegah atau meminimalkan rasa nyeri.
           1.2  Kriteria
1.2.1        Nyeri berkurang atau hilang.
1.2.2        Ekspresi wajah rileks.
1.2.3        Pasien mampu melakukan tindakan dan mengungkapkan intervensi untuk mengatasi nyeri dengan cepat.
1.2.4         Tanda-tanda vital normal (tekanan darah 120/ 80 mm Hg. Nadi 80-100 x/ menit)
          1.3  Intervensi
1.3.1        Tentukan lokasi dan sifat nyeri.
1.3.2        Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomy
1.3.3        Anjurkan klien untuk duduk dengan mengkontraksikan otot gluteal.
1.3.4        Berikan informasi tentang berbagai startegi untuk menurunkan nyeri, misalnya teknik relaksasi dan distraksi.
1.3.5        Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik

2.      Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan atau kerusakan kulit.
            2.1  Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
            2.2  Kriteria :
2.2.1        Luka episiotomi sembuh dengan sempurna dan tidak ada tandatanda infeksi (color, tumor, dolor, dan fungsio laesa)
2.2.2        Pasien mampu mendemontrasikan teknik-teknik untuk meningkatkan penyembuhan.
2.2.3        Tanda-tanda vital dalam batas normal (36-37º C)
2.2.4        Nutrisi terpenuhi (adekuat)
           2.3  Intervensi :
2.3.1        Kaji adanya perubahan suhu.
2.3.2        Observasi kondisi episiotomi seperti adanya kemerahan, nyeri tekan yang berlebihan dan eksudat yang berlebihan.
2.3.3        Anjurkan pada pasien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh genital.
2.3.4        Catat jumlah dan bau lochea atau perubahan yang abnormal.
2.3.5        Anjurkan pada pasien untuk mencuci perineum dengan menggunakan sabun dari depan kebelakang dan untuk mengganti pembalut sedikitnya setiap 4 jam atau jika pembalut basah.
2.3.6        Ajarkan pada klien tentang cara perawatan luka perineum.
2.3.7        Kolaborasi untuk pemberian anti biotik

3.      Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik nyeri saat defekasi.
            3.1  Tujuan : Konstipasi tidak terjadi
            3.2  Kriteria :
3.2.1        Pasien mampu melakukan kembali kebiasaan defekasi seperti biasanya dengan ketidaknyamanan minimal.
            3.3  Intervensi :
3.3.1        Auskultasi adanya bising usus.
3.3.2        Kaji terhadap adanya hemoroid dan berikan informasi tentang memasukkan heromoid kembali ke dalam rektal dengan jari yang dilumasi.
3.3.3        Anjurkan klien minum secara adekuat ± 1500-2000ml/ hari.
3.3.4        Anjurkan klien untuk mengkonsumsi bahan makanan yang berserat tinggi seperti : sayuran dan buah-buahan.
3.3.5        Anjurkan klien untuk rendam duduk dengan air hangat sebelum relaksasi.
3.3.6        Anjurkan pasien untuk ambulasi sesuai toleransi
3.3.7        Berikan pelunak feses atau laksatif jika diindikasikan.

4.      Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan tidak mengenai sumber informasi.
            4.1  Tujuan : Pengetahuan pasien meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan.
            4.2  Kriteria :
4.2.1        Pasien mampu menyatakan pemahaman tentang pemberian instruksi atau informasi.
4.2.2        Pasien mampu mendemontrasikan prosedur belajar dengan cepat.
            4.3  Intervensi :
4.3.1        Bantu pasien dalam mengidentifikasi kebutuhannya.
4.3.2        Berikan informasi tentang perawatan diri dan bayi.
4.3.3        Ajarkan pada pasien tentang cara perawatan bayi dan lakukan prosedur demontrasi yang benar.
4.3.4        Beri kesempatan pasien untuk merawat bayinya.
4.3.5        Lakukan rencana penyuluhan sesegera mungkin setelah penerimaan perkiraan, pada kondisi dan kesiapan untuk belajar.

5.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi.
            5.1  Tujuan : Untuk mempertahankan keseimbangan volume cairan.
            5.2  Kriteria :
5.2.1        Intake dan output seimbang
5.2.2        Tanda-tanda vital normal, dan tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
5.2.3        Berat badan pasien dalam batas normal.
5.2.4        Paien dan keluarga mengungkapkan pengetahuan tentang pengawasan status cairan.
           5.3  Intervensi :
5.3.1        Monitor tanda-tanda vital
5.3.2        Awasi turgor kulit
5.3.3        Monitor intake dan output dan timbang berat badan setiap hari
5.3.4        Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan sedikitnya 8 gelas sehari.
5.3.5        Pertahankan terapi intra vena untuk pergantian cairan sesuai instruksi



BAB III
PENUTUP

     A.    Kesimpulan
postpartum dengan episiotomi adalah suatu masa yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu dimana pada waktu persalinan dilakukan tindakan insisi pada perineum yang bertujuan untuk melebarkan jalan lahir dan memudahkan kelahiran.
Klasifikasi menurut Mansjoer, dkk tahun 1999 macam-macam episiotomi adalah :
1.      Episiotomi mediana, merupakan insisi yang paling mudah diperbaiki, penyembuhan lebih baik, dan jarang menimbulkan dispareuni. Episiotomi jenis ini dapat menyebabkan ruptur perinei totalis.
2.      Episiotomi mediolateral, merupakan jenis insisi yang banyak digunakan karena lebih aman.
3.      Episiotomi lateral, tidak dianjurkan karena hanya dapat menimbulkan sedikit relaksasi introitus, pendarahan lebih banyak, dan sukar direparasi.

     B.     Saran
1.      Perawat hendaknya mengetahui tentang episiotomy dan dapat melakukan pengkajian post partum episiotomi secara tepat agar tidak muncul komplikasi yang lebih berat sesuai dengan tahap-tahap asuhan keperawatan, karena pada dasarnya post episiotomi bisa sembuh secara cepat bila dilakukan penanganan secara dini dan akurat.
2.      Dalam melaksanakan asuhan keperawatan diperlukan kerjasama dengan tim kesehatan yang lain, serta keluarga sehingga dapat dilakukan penentuan tindakan yang tepat.




DAFTAR PUSTAKA


Bobak, M. Irene .2004. Maternity and Gynekologic Care, Mosby Company,USA.

Bramantyo,Lastiko.2006.Info Ayahbunda, Retrieved June 11, 2007, from http://www.ayahbunda-online_com.htm

Carpenito, L. J. 1998. Hand Book of Nursing Diagnosis : Diagnosa Keperawatan, Edisi 6, Alih Bahasa Monica Ester, SKp, dkk, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Doengoes, M. E .2001. Rencana Keperawatan Maternal atau Bayi : Pedoman Untuk Perencanaan dan Dokumentasi Keperawatan Klien, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. INS.2005.Episiotomi Rutin Tidak Perlu Dilakukan, Retrieved May 6,2007,from http://Kalbe.co.id

Mansjoer, Arif .1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, FKUI, Jakarta.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Tucker, Susan M. 2001.Standart Perawatan Pasien: Proses Keperawatan , Diagnosa dan Evaluasi, Vol.4,Alih Bahasa: Yasmin Asih, EGC,Jakarta



Terimakasih telah berkunjung & Semoga membawa manfaat bagi kita semua... :)
Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh...

Oleh :  Novita Nabilla | Advokasi Himika 2012/2013



2 komentar: