Laporan Pendahuluan Post Partum Blues

Created by : Dini Kurniawati
Yogyakarta, 3 Desember 2012





LAPORAN PENDAHULUAN
 POST PARTUM BLUES


DOSEN PENGAMPU :
MAULIDA RAHMAWATI EMHA, S.Kep., Ns


DISUSUN OLEH :
DINI KURNIAWATI
(M10.01.0031)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI
YOGYAKARTA
2012


KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah Subhaanahuwata’alaa Yang Maha Mendengar Lagi Maha Melihat dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah masalah pada postpartum dengan masalah post partum blues dengan waktu yang telah direncanakan.
Dalam proses menyelesaikan tugas ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan berupa ilmu, saran, serta kritik yang menunjang, yang berarah positive pada tugas penulis.
Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis harapkan saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya.
            Akhirnya hanya kepada Allah Subhaanahuwata’alaa kita kembalikan semua urusan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi kami mahasiswa ilmu keperawatan.

Yogyakarta , November  2012


Penulis



DAFTAR ISI


Kata Pengantar ................................................................................... 
Daftar Isi          ................................................................................... 
BAB I     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..............................................................
B.     Rumusan Masalah..........................................................
C.     Tujuan............................................................................
D.    Manfaat.........................................................................
BAB II    TINJAUAN TEORI
A.    Definisi..........................................................................
B.     Insiden...........................................................................
C.     Individu yang berisiko...................................................
D.    Etiologi .........................................................................
E.     Manifestasi klinis...........................................................
F.      Patofisiologi...................................................................
G.    Pemeriksaan penunjang.................................................
H.    Penatalaksanaan ............................................................
I.       Pengkajian.....................................................................
J.       Diagnose........................................................................
K.    Perencanaan...................................................................
BAB III   PENUTUP
A.    Kesimpulan ....................................................................
B.     Saran ..............................................................................
Daftar Pustaka  ................................................................................... 




BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Masa nifas adalah suatu masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun psikologis terhadap proses melahirkan yang lamanya kurang lebih 6 minggu. Selain itu pengertian masa nifas adalah masa mulainya persalinan sampai pulihnya alat-alat dan anggota badan yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan (Ahmad Ramli. 1989). Dari dua pengertian di atas kelompok meyimpulkan bahwa masa nifas adalah masa sejak selesainya persalinan hingga pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan serta psikososial yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan selama 6 minggu. Dalam proses adaptasi pada masa postpartum terdapat tiga metode yang meliputi ”immediate puerperineum” yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan, ”early puerperineum” yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan ”late puerperineum” yaitu setelah satu minggu sampai 6 minggu postpartum.
Perubahan psikologi pascapartum pada seorang ibu yang baru melahirkan terbagi dalam tiga fase:
1.      Taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat dirinya sendiri, banyak bertanya dan bercerita tentang pengalamannya selama persalinan yang berlangsung 1 sampai 2 hari.
2.      Taking hold dimana pada fase ini ibu mulai fokus dengan bayinya yang berlangsung 4 sampai 5 minggu.
3.      Letting-go dimana ibu mempunyai persepsi bahwa bayinya adalah perluasan dari dirinya, mulai fokus kembali pada pasangannya dan kembali bekerja mengurus hal-hal lain.
Perubahan tersebut merupakan perubahan psikologi yang normal terjadi pada seorang ibu yang baru melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi perubahan psikologi yang abnormal. Gangguan psikologi pascapartum dibagi menjadi tiga kategori yaitu postpartum blues atau kesedihan pascapartum, depresi pascapartum nonpsikosis, dan psikosis pascapartum. Pada makalah ini kami akan membahas secara khusus mengenai post partum blues. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blues.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari demam postpartum blues
2.      Apa saja penyebab dari postpartum blues
3.      Apa tanda dan gejala dari postpartum blues
4.      Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan postpartum blues

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi dari postpartum blues
2.      Untuk mengetahui apa saja penyebab dari postpartum blues
3.      Untuk mengetahui apa tanda dan gejala dari postpartum blues
4.      Untuk mengetahui Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan

D.    Manfaat
1.      Bagi Penulis
                                   Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai masalah postpartum blues
2.      Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang postpartum blues lebih dalam, terutama bagi para ibu, sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari masalah tersebut.
3.      Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan pada ibu dengan postpartum blues sehingga dapat meningkatkan pelayanan keperawatan yang baik.
4.      Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah informasi tentang masalah postpartum blues pada ibu.




BAB II
TINJAUAN TEORI

  1. Pengertian
Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut sebagai ‘milk fever ‘ karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan. Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan-perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anak, karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurung dan mudah sakit. Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan. Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
   
   B.     Insiden
Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi mengenai post-partum blues di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.

   C.    Individu yang Berisiko
Secara global diperkirakan terdapat 20% wanita melahirkan menderita post partum blues, di Belanda diperkirakan sekitar 2-10% ibu melahirkan mengidap gangguan ini. Beberapa kondisi yang dapat memunculkan depresi post partum blues;
1.         Ibu yang pernah mengalami gangguan kecemasaan termasuk depresi sebelum hamil
2.         Kejadian-kejadian sebagai stressor yang terjadi pada ibu hamil, seperti kehilangan suaminya.
3.         Kondisi bayi yang cacat, atau memerlukan perawatan khusus pasca melahirkan yang tidak pernah dibayangkan oleh sang ibu sebelumnya.
4.         Melahirkan di bawah usia 20 tahun.
5.         Tidak adanya perencanaan kehamilan atau kehamilan yang tidak diharapkan
6.         Ketergantungan pada alkohol atau narkoba
7.         Kurangnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga, suami, dan teman
8.         Kurangnya komunikasi, perhatian, dan kasih sayang dari suami, atau pacar, atau orang yang bersangkutan dengan sang ibu.
9.         Mempunyai permasalahan keuangan menyangkut biaya, dan perawatan bayi.
10.     Kurangnya kasih sayang dimasa kanak-kanak
11.     Adanya keinginan untuk bunuh diri pada masa sebelum kehamilan.

   D.    Etiologi
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:
1.         Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
2.         Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3.         Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4.         Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si sulung.
5.         Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
6.         Namun ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menakan.
7.         Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh beberapa factor dari dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar, penggunaan tang, tusuk punggung, episiotomi dan sebagainya. Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu.

   E.     Manifestasi Klinis
Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau ke-6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya Ibu sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak mau makan, tidak mau bicara, sakit kepala sering berganti mood, mudah tersinggung (iritabilitas), merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak bergairah, khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati, tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan, merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja di lahirkan , insomnia yang berlebihan. Gejala-gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.

   F.     Patofisiologi
Sejarah kehamilan adalah factor utama yang bisa menimbulkan terjadinya baby blues ini atau biasa dikenal dengan post partum blues. Riwayat seperti kehamilan yang tidak di inginkan, adanya problem dengan orang tua atau mertua, kurangnya biaya untuk persalinan, kurangnya perhatin yang diberikan pada si ibu dan factor  ari etiologi serta factor psikolog lainnya  merupakan penyebab utama. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi nonadrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.  Karena proses ini pula seorang ibu setelah melahirkan mengalami perubahan pada tingkat emosional. Biasanya ibu akan mengalami kenaikan dalam resons psikologisnya, sensitive dan lebih membutuhkan perhatian, kasih sayang dari orang di sekitarnya yang di anggap penting baginya. Keabnormalitasan pada post partum blues ini mengakibatkan rasa tidak nyaman, kecemasan yang mendalam pada diri ibu, tek jarang terkadang seorang ibu menangis tanpa sebab yang pasti. Khawatir pada bayinya dengan kekhawatiran yang berlebihan

    G.    Pemeriksaan Penunjang
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung post partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simtom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi post partum blues bila memenuhi kriteria gejala yang ada. Kekurangan hormon tyroid yang ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan luar biasa (fatigue) ditemukan juga pada ibu yang mengalami post partum blues mempunyai jumlah kadar tyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues . EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.

    H.    Penatalaksanaan
Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang ‘berjuang’ sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.

     I.       Pengkajian
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh perawat perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita tersebut.
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi ;
  1.      Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain-lain.
   2.      Dampak pengalaman melahirkan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri (Konrad, 1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
   3.      Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
   4.      Interaksi Orang tua – Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.
   5.      Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.
   6.      Struktur dan fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.

Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges ( 2001 ) Adalah :
   a.       Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin teramati.
   b.       Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
    c.       Integritas Ego
Peka rangsang, takut/menangis (" Post partum blues " sering terlihat kira-kira 3 hari setelah kelahiran).
d.   Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
e.   Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari – hari ke-3.
f.       Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5 pascapartum.
g.      Seksualitas
Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misalnya ; rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misalnya ; menyusui). Payudara : Produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.

   J.      Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA 2009-2011 :
1.         Ketidakefektifan koping individu
2.         Ansietas
3.         Risiko ketidakmampuan menjadi orang tua
4.         Ketiakmampuan menjadi orang tua
5.         Defisiensi pengetahuan
6.         Risiko cedera pada bayi
7.         Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
8.         Risiko keterlambatan perkembangan
Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues menurut Marilynn E.Doenges ( 2001 ) Adalah :
1.      Nyeri akut / ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis edema / pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
2.      Resiko gangguan proses menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik payudara ibu.
3.      Resiko terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh komplikasi fisik dan emosional.
4.      Resiko perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu berhubungan dengan ketidakefektifan koping individu
5.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan psikologis ( sangat gembira, ansietas, kegirangan ), nyeri / ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
6.      Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan kurang paparan informasi, kesalahan interprestasi, tidak mengenal sumber-sumber.
7.      Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.

   K.    Perencanaan
1.      Nyeri akut / ketidaknyamanan berhubungan dengan teruma mekanis, edema / pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
Tujuan : Mengidentifikasi kebutuhan dan mengunakan intervensi untuk mengatasi ketidaknyamanan.
Intervensi Keperawatan :
1.   Tentukan adanya, lokasi dan sifat ketidaknyamanan.
2.   Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.
3.   Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah melahirkan.
4.   Berikan kompres panas lembab ( misalnya : rendam duduk / bak mandi ).
5.   Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.
6.   Kolaborasi dalam pemberian obat analgesic 30-60 menit sebelum menyusui.
2.      Resiko gangguan proses menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang proses / situasi menyusui mendemonstrasikan teknik efektif dari menyusui, menunjukan kepuasan regimen menyusui satu sama lain.
Intervensi Keperawatan :
1.      Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya.
2.      Tentukan system pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga.
3.      Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan factor-faktor yang memudahkan atau menganggu keberhasilan menyusui.
4.      Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik-teknik menyusui .
5.      Identifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi misalnya ; program kesehatan ibu dan anak ( KIA ).
3.   Resiko terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh kompliksi fisik dan emosional.
Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua, mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis, dan secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat.
Intervensi Keperawatan :
1.      Kaji kekuatan, kelemahan, usia , status perkawianan, ketersediaan sumber pendukung dan latar belakang budaya.
2.      Perhatikan respon klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua.
3.      Evaluasi sifat dari menjadi orang tua secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien/pengalaman selama kanak-kanak.
4.      Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalionan, adanya komplikasi dan peran pasangan pada persalinan.
5.      Ecaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi prenatal, intranatal dan pascapartal.
6.      Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai dengan indikasi.
7.      Pantau dan dokiumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi.
8.      Anjurkan pasangan untuk mengunjungi dan mengendong bayi dan berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin.
9.      Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif diantara klien/pasanngan dan bayi tidak terjadi.
4.   Resiko perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu berhubungan dengan ketidakefektifan koping individu
Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebutuhan.
Intervensi Keperawatan :
1.      Kaji respon emosional klien selama prenatal dan periode inpartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan.
2.      Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran.
3.      Kaji terhadap gejala depresi yang fana ( perasaan sedih pascapartum ), pada hari ke-2 sampai ke-3 pasca partum ( misalnya, ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi ringan atau berat ).
4.      Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya, system pendukung, dan rencana untuk bantuan domestic pada saat pulang.
5.      Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir.
6.      Anjurkan pengungkapan raa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu-raguan tentang kemampuan menjadi orang tua.
7.      Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok pendukungan menjadi orang tua, pelayanan social, kelompok komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung.
5.   Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan psikologis ( sangat gembira, ansietas dan kegirangan ), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
Tujuan : Menidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru, melaporkan peningkatan rasa sejaterah dan istirahat.
Intervensi Keperawatan :

1.      Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.
2.      Kaji faktor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat.
3.      Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah kembali ke rumah.
4.      Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI.
5.      Kaji lingkungan rumah, dan bantuan di rumah.
6.   Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemanjanan/mengingat, kesalahan interprestasi, tidak mengenal sumber-sumber.
Tujuan : Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan individu, ahasil yang diharapkan, melakukan aktivitas / prosedur yang perlu menjelaskan alas an-alasan untuk tindakan.
Intervensi Keperawatan :
1.      Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat kelelahan klien.
2.      Kaji persiapan klien dan motivasi untuk belajar.
3.      Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan hygiene, perubahan fisiologis.
4.      Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi.
7.   Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecakupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif.
Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarah pada kerjasama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasi.
Intervensi Keperawatan :
1.      Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain.
2.      Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan bayi.
3.      Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal berkenaan dengan periode pasca partum.
4.      Berikan informasi tertulis mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak (sibling ) tntang bayi baru.
5.      Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok orang tua pasca partum dikomunitas.

BAB IV
PENUTUP


A.          Kesimpulan
Post partum blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.

B.              Saran
Post partum blues dapat dicegah dengan cara :
1.         Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu memperhatikan si ibu
2.         Menu makanan yang seimbang
3.         Olah raga secara teratur
4.         Mintalah bantuan pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan bayinya.
5.         Rencanakan acara keluar bersama bayi berdua dengan suami
6.         Rekreasi
Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues ada dua cara yaitu :
1.      Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
a.          Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
b.         Dapat memahami dirinya
c.          Dapat mendukung tindakan konstruktif.
d.         Dengan cara peningkatan support mental
Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat dilakukan keluarga diantaranya :
a.          Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan pekerjaan
        rumah seperti : membantu mengurus bayinya, memasak, menyiapkan susu dll.
b.         Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam menghadapi kesibukan
        merawat bayi
c.          Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih perhatian
        terhadap istrinya
d.         Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir
e.          Memperbanyak dukungan dari suami
f.          Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan
g.         Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja melahirkan
h.         Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu
i.           mengganti suasana, dengan bersosialisasi
j.           Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya
2.      Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat dilakukan pada diri klien sendiri, diantaranya dengan cara :
a.          Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
b.         Tidurlah ketika bayi tidur
c.          Berolahraga ringan
d.         Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
e.          Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi
f.          Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan
g.         Bersikap fleksibel
h.         Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x
i.           Bergabung dengan kelompok ibu



DAFTAR PUSTAKA


Herdman, Heather.2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Morhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). America : Mosby
Mc Closkey Dochterman, Joanne. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). America : Mosby
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C.Geissler ( 2000 ), Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
 Bobak, Lowdermilk, Jensen. ( 2004 ). Buku Ajar : Keperawatan maternitas edisi - 4. Jakarta: EGC.

Terimakasih telah berkunjung & Semoga membawa manfaat bagi kita semua... :)
Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh...

Oleh : Dini Kurniawati  | Dana dan Usaha Himika 2012/2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar