yogyakarta, 4 Desember 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Tingginya
Angka Kematian Ibu merupakan masalah besar yang terjadi dalam bidang kesehatan.
Angka kematian ibu di Indonesia masih tertinggi d ASEAN dan Indonesia.
Persalinan merupakan hal yang sangat di tunggu oleh ibu hamil. Tapi dalam
persalinan dan setelah melahirkan adalah suatu yang sangat rawan bagi ibu untuk
mengalami perdarahan yang begitu hebat dan perdarahan tersebut adalah salah
satu faktor tertinggi penyebab kematian pada ibu. Perdarahan yang terjadi pada
ibu diantaranya diakibatkan oleh terhambatnya kelahiran plasenta melebihi dari
30 menit. Hal ini di akibatkan karena tertinggalnya sebagian sisa plsenta di
dalam uterus ibu karena perlekatan yang begitu erat.
Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan
sehingga sebagian masih melekat pada tempat implantasinya. Menyebabkan
terganggunya kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap
terbuka serta menimbulkan perdarahan.ini lah yang disebut dengan RETENSIO
PLASENTA
B.
TUJUAN
1. Mengetahui
retensio plasenta
2. Untuk
mengetahui penyebab retensio plasenta
3. Untuk
mengetahui bagaimana penatalaksanaan palsenta manual
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Retensio plasenta adalah
terlambatnya kelahriran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi.
Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio
plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya
perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata,
dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsioma. Sewaktu
suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Prawiraharjo, 2005).
Plasenta tertahan jika tidak
dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir. Plasenta mungkin terlepas tetapi
terperangkap oleh seviks, terlepas sebagian, secara patologis melekat (plasenta
akreta, inkreta, percreta) (David, 2007)
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak
terpisah dan menimbulkan hemorrhage yang tidak tampak, dan juga disadari pada
lamanya waktu yang berlalu antara kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang
diharapkan.beberapa ahli klinik menangiani setelah 5 menit, kebanyakan bidan
akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk keluar sebelum menyebutnya
untuk tertahan (Varney’s, 2007).
B.
FISIOLOGI PLASENTA
Klasifikasi plasenta merupakan proses
fisiologis yang terjadi dalam kehamilan akibat deposisi kalsium pada plasenta.
Klasifikasi pada plasenta terlihat mulai kehamilan 29 minggu dan semakin
meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan, terutama setelah kehamilan 33
minggu. Selama kehamilan pertumbuhan uterus lebih cepat daripada pertumbuhan
plasenta. Sampai usia kehamilan 20 minggu plasenta menempati sekitar ¼ luas
permukaan miometrium dan ketebalannya tidak lebih dari 2-3 cm, menjelang
kehamilan aterm plasenta menempati sekitar 1/8 luas permukaan miometrium, dan
ketebalannya mencapai 4-5 cm. Ketebalan plasenta yang normal jaran melebihi 4 cm, plasenta yang
menebal (plasentomegali) dapat dijumpai pada ibu yang menderita diabetes
melitus, ibu anemia (HB < 8 gr%), hidrofetalis, tumor plasenta, kelainan
kromosom, infeksi (sifilis, CMV) dan perdarahan plasenta. Plasenta yang menipis
dapat dijumpai pada pre eklampia, pertumbuhan jani terhambat (PJT), infark
plasenta, dan kelainan kromosom. Belum ada batasan yang jelas mengenai
ketebalan minimal plsaenta yang masih dianggap normal. Beberapa penulis memakai
batasan tebal minimal plasenta normal antara 1,5-2,5 cm.
C.
PATOFISIOLOGI
Segera setelah anak lahir, uterus
berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi progresif uterus mengecil, yang
disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun serabut-serabutnya secara
perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh
darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh
serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta
belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi
proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang.
D.
FISIOLOGI PELEPASAN PLASENTA
Pemisahan plasenta ditimbulkan
dari kotraksi dan retraksi miometrium
sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta.
Area plasenta menjadi lebih kecil, sehingga plsenta mulai melepaskan diri dari
dinding uterus dan tidak dapat berkontraksi atau berinteraksi pada area
pemisahan bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah
pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta dari
uterus dan ,mendorongnya keluar vagina disertai dengan pengeluaran selaput
ketuban dan bekuan darah retroplasenta (WHO, 2001)
E.
PREDISPOSISI RETENSIO PLASENTA
Beberapa predisposisi terjadinya
retensio plasenta yaitu:
a. Grandemultipara
b. Kehamilan
ganda,sehingga memerlukan implantasi
plasenta yang agak luas
c. Kasus
infertilitas, karena lapisan endometriumnya tipis
d. Plasenta
previa, karena dibagian ishmus uterus, pembuluh darah sedikit sehingga perlu
masuk jauh kedalam
e. Bekas
operasi pada uterus
F.
PENYEBAB RETENSIO PLASENTA
Secara fungsional dapat terjadi
karena his kurang kuat (penyebab terpenting), dan plasenta sukar terlepas
karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya (plasenta membranacea,
plasenta anularis), dan ukurannya (palsenta yang sangat kecil). Plasenta yang
sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
Gambaran dan dugaan penyebab retensio
plasenta
gejala
|
Separasi/akreta Parsial
|
Plasenta inkarserata
|
Plasenta akreta
|
Konsistensi uterus
|
Kenyal
|
Keras
|
Cukup
|
Tinggi fundus
|
Sepusat
|
2 jari dibawah pusat
|
Sepusat
|
Bentuk fundus
|
Discoid
|
Agak globuler
|
Discoid
|
Perdarahan
|
Sedang-banyak
|
Sedang
|
Sedikit /tidak ada
|
Tali pusat
|
Terjulur sebagian
|
Terjulur
|
Tidak Terjulur
|
Ostium uteri
|
Terbuka
|
Kontriksi
|
Terbuka
|
Separasi plasenta
|
Lepas sebagian
|
Sudah lepas
|
Melekat seluruhnya
|
|
|
||
syok
|
Sering
|
Jarang
|
Jarang sekali
|
G.
TERTINGGALNYA SEBAGIAN PALSENTA
Sewaktu suatu bagian dari
plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa
plasenta. Penemuan secara dini hanya di mungkinkan dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan
perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi
ketempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang
kerumah dan subinvolusi uterus :
a. Penemuan
secara dini hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan
plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca
persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ketempat bersalin
dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang kerumah dan subinvolusi
uterus.
b. Berikan
antibiotika (sesuai intruksi dokter) karena perdarahan juga merupakan gejala
metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV
dilanjukan 3x1 g oral dikombinasi dengan metrodinazol 1 g supositoria
dilanjutkan 3 x 500 mg oral
c. Lakukan
eksplorasi digital (bidan boleh melakukan) (bila serviks terbuka) dan
mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh
instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase
(dilakukan oleh dokter obgyn)
d. Bila
kadar HB < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar HB > 8 g/dL,
berkian sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari (sesuai petunjuk dokter
kandungan).
H.
TANDA DAN GEJALA
Gejala yang selalu ada adalah
plasenta belum lahir dalam 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul yaitu tali pusat putus akibat traksi
berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan. Tertinggalnya
plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada yaitu plasenta atau sebagian
selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala
yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tetapi tinggi fundus
tidak berkurang.
Penilaian retensio plasenta harus
dilakukan dengan benar karena ini menentukan sikap pada saat bidan akan
mengambil keputusan untuk melakukan manual plasenta, karena retensio bisa
disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
a. Plasenta
adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta
akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian
lapisan miometrium, perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding
uterus. Pada plasenta akreta vilii chorialis menanamkan diri lebih dalam
kedalam dinding rahim daripada biasa adalah sampai kebatas atas lapisan otot
rahim. Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh permukannya
melekat dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta yang parsialis, yaitu
jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan
dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang kompleta, inkreta, dan precreta
jarang terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah kelainan desidua, misalnya
desisua yang terlalu tipis.
c. Plasenta
inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / melewati
lapisan miometrium.
d. Plasenta
perkreta adalah implantasi jonjot korion yang menembus lapisan miometrium
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e. Plasenta
inkar serata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh
kontriksi ostium uteri
I.
KOMPLIKASI
Plasenta harus dikeluarkan karena
dapat menimbulkan bahaya :
a. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila
retensio plasenta yang terdapat sedikit pelepasan hingga kontraksi memompa
darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
b. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang
tertinggal didalam rahim meingkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan pot
d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
c. Terjadi
polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis.
d. Terjadi
degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen,
perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik
(displastik-dikariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasive, proses
keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para
ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan
langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa
tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal
merupakan keadaan pre kanker, yang bisa berubah menjadi kanker (Manuaba, IGB.
1998:300)
J.
PENANGANAN RETENSIO PLASENTA
a.
Tentukan jenis retensio yang terjaid karena
berkaitan dengan tindakan yang di ambil.
b.
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk
mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali
pusat.
c.
Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL
dengan 40 tetes permenit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg
per rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang
timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri).
d.
Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan
plasenta, lakukan manual palsenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari
terjadinya perforasi dan perdarahan.
e.
Lakukan tranfusi darah apabila diperlukan.
f.
Berikan antibiotika profilaksis (ampisislin 2 g IV
/ oral + metronidazole 1 g supositoria/oral).
g.
Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan
hebat, infeksi, syok neurogenik.
K.
PENANGANAN PLASENTA AKRETA
a. Tanda
penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus
bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta
karena implantasi yang dalam.
b. Upaya
yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menetukan diagnosis,
stabilisasi pasien dan rujuk kerumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan
tindakan operatif.
L.
Penatalaksanaan retensio plasenta
Dalam melakukan penatalaksanaan
pada retensio plasenta seiknya bidan harus mengambi beberapa sikap dalam
menghadapi kejadian retensio plasenta yaitu :
a.
Sikap umum bidan melakukan pengkajian data secara
subyekitf dan obyektif antara lain : keadaan umum penderita, apakah ibu anemis,
bagaimana jumlah perdarahannya, keadaan umum penderita, keadaan fundus uteri, mengetahui keadaan plasenta, apakah
plasenta inkaserata, melakukan tes plasenta dengan metode kustner, metode
klein, metode strastman, metode manuaba, memasang infus dan memberikan cairan
pengganti.
b.
Sikap khusus bidan : pada kejadian retensio
plasenta atau plasenta tidak keluar dalam waktu 30 menit bidan dapat melakukan
tindakan manual plasenta yaitu tindakan untuk mengeluarkan atau melepas
plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan
kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri (Depkes, 2008).
c.
Prosedur palsenta manual dengan cara :
o
Persiapan: pasang set dan cairan infus, jelaskan
pada ibu prosedur dan tujuan tindakan, lanjutkan anastesia verbal atau
analgesia per rektal, siapkan dan jelaskan prosedur pencegahan infeksi
o
Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri: pastikan
kandung kemih dalam keadaan kosong; jepit tali pusat dengan klemp pada jarak
5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai
o
Secara obstetrik masukkan tangan lainnya (punggung
tangan menghadap ke bawah) kedalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali
pusat, setelah mencapai bukaan serviks, kemudian minta seorang asisten / penolong
lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk
menahan fundus
o
Sambil menahan fundus uteri, masukkan tanagn
kedalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
Bentangkan tangan obstetric menjadi datar seperti memberi dalam (ibu jari
merapat kadi telunjuk dan jari-jari lain merapat), tentukan implantasi
plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah. Bila plasenta berimplentasi di
korpus belakang, tali pusat tetap disebalah atas dan sisipkan ujung jaru-jari
tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tngan menghadap ke
bawah (posterior ibu).
o
Bila di korpus depan maka pindahkan tangan
kesebalah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta
dandinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu),
setelah ujung-ujung jari masuk diantara palsenta dan dinding uterus maka
perluasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke tangan kiri sambul geserkan
ke atas (cranial ibu) hingg semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding
uterus
o
Sementara satu tangan masih didalam kavum uteri
lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada plasenta yang tertinggal.
o
Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra
simpisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian intruksikan asisten/penolong
untuk menarik tali pusat sambil tangan membawa plasenta keluar (hindari adanya
percikan darah)
o
Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan
supra simpisis) uterus ke arah dorso kranial setelah plasenta dilahirkan dan
tempatkan plasenta dalam wadah yang telah disediakan.
o
Lakukan tindaan pencegahan infeksi dengan cara
dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang
digunakan, lepaskan dan rendam sarng tangan dan peralatan lainnya didalam
larutan klorin 0,5% selam 10 menit, cuci tangan dengan sabun dan air bersih
mengalir, keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering
o
Lakukan pemantauan pasca tindakan, pastikan tanda
vital ibu, catat kondisi ibu, dan buat laporan tindakan, tuliskan rencana
pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan, beritahukan
pada ibu dan keluarga bahwa tindakan telah selesai tapi ibu masih memerlukan
pemantauan dan asuhan lanjutan, lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca
tindakan sebelum pindah ke ruang rawat gabung .
Catatan
a.
Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta
berada pada dataran yang sama tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya
plasenta manual karena hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam
miometrium).
b.
Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat
dilepaskan dan bagian lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta manual
karena hal tersebut adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu
diberi uterotonika tambahan (miso[rostol 600 mcg per rektal) sebelum dirujuk ke
fasilitas kesehatan rujukan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam penanganan retensio
plasenta seorang bidan harus memiliki keterampilan dan harus bsa mendeteksi
secara dini serta mengetahui tanda-tanda komplikasi terjadinya retensio
plasenta. Retensio plasenta jika tidak ditangani dengan sebaik-baiknya akan
menyebabkan kematian pada ibu. Retensio plasenta adalah tidak lahirnya plasenta
lebih dari 30 menit dan hal ni diakibatkan tertinggalnya sisa plasenta di
tempat penanaman plasenta. Bisan bisa mencegah dengan melakukan upayap promisi
dengan penerimaan keluarga berencana sehingga memperkecil retensio plasenta,
meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan dengan tenaga kesehatan yang
terlatih, pada pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untuk
melakukan masase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta. Masase
yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta.
Terimakasih telah berkunjung & Semoga membawa manfaat bagi kita semua... :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar